contoh karya tulis

KARYA TULIS

PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN MASA PRAAKSARA DI INDONESIA HINGGA SAAT INI







Di susun oleh   :
Nama  : M. As’Adi Dzulkhij
                                           No        : 18
                                           Kelas   : X-MIA.4








UPT SMA NEGERI 1 GONDANGWETAN
KECAMATAN GONDANGWETAN
KABUPATEN PASURUAN
Jl. Raya Bromo No. 33 Gondangwetan


HALAMAN PENGESAHAN

NAMA             :  Mukhammad As’adi Dzulkhij
No.absen      :18
Kelas            : X-mia.4
Studi            : Mata pelajaran sejarah
Judul              :  Perkembangan kepercayaan masa praaksara di Indonesia saat ini                                   

Karya Tulis ini telah diuji dan dipertahankan di hadapan tim penguji Ujian Akhir mata pelajaran sejarah pada hari             ,   22, November, 2013.                       


                                                                                                                        Guru sejarah





(     Drs. Hariyadi    )












KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis limpahkan kehadirat Allah SWT, karena atas pertolongan Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini tepat pada waktu yang telah direncanakan sebelumnya. Tak lupa sholawat serta salam Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat, semoga selalu dapat menuntun Penulis pada ruang dan waktu yang lain.
Karya tulis ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan program Studi sejarah, dengan judul :
PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN MASA PRAAKSARA DI INDONESIA HINGGA SAAT INI
Untuk menyelesaikan karya tulis ini adalah suatu hal yang mustahil apabila penulis tidak mendapatkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.         Bapak, Ibu dan Kakak tercinta yang telah memberikan dorongan moril maupun materil, dan sebagai semangat untuk membuka semangat baru.
2.        Drs.Hariyadi , selaku guru sejarah sman 1 gondangwetan
3.         Bapak, Ibu dan Staf  SMAN 1 Gondangwetan
4.         Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak dan bila terdapat kekurangan dalam pembuatan laporan ini penulis mohon maaf, karena penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Semarang, 1 Agustus 2011
                                                                                                            penulis
Mukhammad As’adi Dzulkhij

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………..i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii  
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
                     A.Latar belakang................................................................................1
                     B.Rumusan masalah............................................................................1
                    C.Hipotesis…………………………………………………………..1
                    D.Tujuan masalah……………………………………………………2
                    E.Manfaat penelitian…………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………….…2
               A.Pengertian…………………………………………………….……2
                      Animisme………………………………………………..……….2
                      Dinamisme………………………………………………………..2
                     Tetomisme…………………………………………......................2
               B. Sistem kepercayaan pada zaman Pra Sejarah……………..…...3
               C. Kepercayaan pada Zaman Kuno……………………….….........3
               D. Kepercayaan pada zaman baru………………………….….…..4 
               E.Gerakan Perlawanan Dengan Motivasi Agama………….…….6
                F. Perkembangan Agama Pada Zaman Kemerdekaan…….…….7
BAB III PENUTUP……………………………………………………….…..9
                Kesimpulan…………………………………………………….……9
                Saran…………………………………………………………………9
               Daftar pustaka……………………………………………………..10




BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menyebut suatu agama yang sering dianut oleh suku-suku bangsa, seperti di Indonesia biasanya menggunakan istilah kepercayaan asli. Dalam kehidupan keagamaan di Indonesia, kepercayaan asli sering disebut “agama asli”, “agama suku”, atau “religi”. Pada tiap-tiap suku bangsa, kepercayaan asli itu berkembang bebas dan berdiri sendiri. Munculnya suatu kepercayaan biasanya dilatarbelakangi oleh kesadaran adanya jiwa yang bersifat abstrak. Di dalam pikiran manusia jiwa itu ditransformasikan menjadi makhluk-makhluk halus atau roh halus. Mereka percaya bahwa makhluk-makhluk itu berada di sekeliling tempat tinggal manusia. Dalam kehidupan manusia, makhluk halus itu mendapat perlakuan istimewa dan tempat yang sangat penting yang kemudian dijadikan objek-objek pemujaan. Sementara itu, suatu kepercayaan dapat juga muncul karena getaran jiwa atau emosi, yang muncul karena kekaguman manusia terhadap hal-hal yang luar biasa. Kekuatan itu tidak dapat diterangkan oleh akal, dan berada di atas kekuatan manusia. Kekuatan itu dikenal dengan kekuatan adikodrati.
Dengan adanya jiwa dan kekuatan adikodrati itu, manusia perlu melakukan tindakan-tindakan berupa upacara-upacara atau ritus. Tindakan-tindakan itu dimaksudkan sebagai upaya untuk mengatasi hal-hal yang tidak dapat diselesaikan oleh naluri atau akalnya. Kepercayaan manusia tidak terbatas pada dirinya saja. Akan tetapi juga pada benda-benda dan tumbuhtumbuhan yang berada di sekelilingnya. Dari keyakinan itu kemudian menyadari bahwa makhluk halus atau roh itu memiliki wujud nyata dan sifat yang mendua, yakni sifat baik dan sifat jahat. Dalam perkembangan berikutnya, keyakinan itu mendasari munculnya tokoh-tokoh dewa yang mempunyai sifat mendua, sifat yang membawa kebaikan dan sifat yang mendatangkan kejahatan.
Kalau kita perhatikan lukisan-lukisan yang terdapat pada dinding-dinding goa pada masa ketika manusia mulai bertempat tinggal di goa-goa, ternyata lukisan-lukisan itu tidak hanya mempunyai nilai estetika, tetapi juga mengandung makna etika dan magis. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa cap-cap tangan dengan latar belakang cat merah memiliki arti kekuatan atau simbol kekuatan pelindung dari roh-roh jahat. Beberapa lukisan yang terdapat di Irian Jaya mempunyai kaitan dengan upacara penghormatan nenek moyang, meminta hujan dan kesuburan, serta untuk memperingati suatu peristiwa yang teramat penting.
B.Rumusan masalah
  1. Apa pengertian kepercayaan animisme, dinamisme, totemisme ?
  2. Bagaimana kepercayaan pada zaman Pra Sejarah ?
  3. Bagaimana kepercayaan pada Zaman Kuno ?
  4. Bagaimanaperkembangan agama pada zaman Baru ?
  5. Bagaimana perkembangan agama pada zaman kemedekaan ?
C. hipotesis
Kepercayaan dalam masyarakat purba sudah tumbuh dan berkembang sejak dahulu. Salah satu aspek yang dapat dikaitkan dengan kepercayaan adalah berupa peninggalan-peninggalan megalitik. Kepercayaan pada masyarakat purba dibedakan menjadi animisme, dinamisme dan totemisme.

D. Tujuan Masalah
Untuk memahami sejarah perkembangan kepercayaan di Sumatera Selatan, dan menambah keharmonisan antar umat beragama Karena mengetahui bagaimana sejarah berkembang ajaran agama dari dulu sampai sekarang.
E.manfaat penelitian
 1.masyarkat Sumatera Selatan khususnya dapat rukun dan saling menghormati sesama antar umat beragama, supaya tercapai keharmonisan di tempat yang kita huni secara bersama-sama.
 2. Dan menjaga agar tidak terjadi perselisihan yang dapta memecah rasa Persatuan Nasionalisme bangsa Indonesia, dan di harapkan pemerintah juga dapat menghibau tentang kerukunana antar umat beragama.




BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Animisme
Kepercayaan manusia purba terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal dunia. Menurut mereka, arwah nenek moyang selalu memperhatikan mereka dan melindungi, tetapi akan menghukum mereka juga kalau melakukan hal-hal yang melanggar adat. Dengan demikian, orang tua yang mengetahui dan menguasai adat nenek moyang akan menjadi pemimpin masyarakat. Penghormatan kepada nenek moyang dilakukan dengan pimpinan orang tua tersebut, yang diterima oleh masyarakat sebagai ketua adat.
2. Dinamisme
Kepercayaan bahwa semua benda mempunyai kekuatan gaib, seperti gunung batu, dan api. Bahkan benda-benda buatan manusia diyakini juga mempunyai kekuatan gaib seperti patung, keris, tombak, dan jimat. Sesungguhnya proses pembuatan benda-benda megalitik, seperti menhir, arca, dolmen, punden berundak, kubur peti batu, dolmen semu atau pandhusa, dan sarkofagus dilandasi dengan kayakinan bahwa di luar diri manusia ada kekuatan lain. Dilandasi anggapan bahwa menhir atau arca, sebagai lambang dan takhta persemayaman roh leluhur, kedua jenis peninggalan itu digunakan sebagai sarana pemujaan terhadap roh nenek moyang. Dolmen dan punden berundak digunakan untuk tempat upacara. Pendirian punden berundak juga berdasarkan atas arah mata angin yang diyakini memiliki kekuatan gaib atau tempat-tempat yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh nenek moyang.
3. Totemisme
Kepercayaan atas dasar keyakinan bahwa binatang-binatang tertentu merupakan nenek moyang suatu masyarakat atau orang-orang tertentu. Binatang-binatang yang dianggap sebagai nenek moyang antara orang yang satu dengan orang atau masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Biasanya binatang-binatang yang dianggap nenek moyang itu, tidak boleh diburu dan dimakan, kecuali untuk keperluan upacara tertentu.
B. Sistem kepercayaan pada zaman Pra Sejarah
Pada zaman pra sejah ini kepercayaan yang di anut adalah animism yanitu kepercayaan  animism yaitu mereka percayaan bahwasanya roh orang yang telah meninggal masih ada di sekeliling mayat, dan mereka masih membutuhkan seperti semasa hidupnya, sehingga dapat di maklumi jika jasadnya tetap utuh, karena mayat di tempatkan di dalam rumah-rumah batu gar tidak di ganggu oleh binatang buas.
Rumah batu ini banyak terdapat di daerah-daerah Tanjung Aro Gunung Megang, dan Tegur Wangi ketika di lakukan penggalian-penggalian oleh penduduk setempat pada masa pendudukan jepang, dan di temukan pula manik-manik yang berwarna warni. Akan tetapi tidak di temukan sisa-sisa tulang belulang.
Pohon yang besar, sungai yang lebar, gunung dan bukit, di anggap mempuyai penunggu (mahluk-mahluk halus) yang dapat mencelakan seseorang apabila dia melakukan hal yang tidak baik. Puncak dempo misalnya di beri sajian-sajian oleh oarng-orang tertentu, sebagai warisan masa pra sejrah yang mempercai hal tersebut. Bahwa di luar manusia masih ada mahluk halus yang dapat menguasai. Keyakinan akan adanya dunia arwah terlihat dari arah penempatan kepala mayat yang diarahkan ke tempat asal atau tempat bersemayamnya roh nenek moyang. Tempat yang biasanya diyakini sebagai tempat roh nenek moyang adalah arah matahari terbit atau terbenam dan tempat-tempat yang tinggi misalnya, gunung dan bukit. Bukti-bukti mengenai hal itu terlihat dari hasil penggalian kuburan-kuburan kuna di beberapa tempat, seperti Bali dan Kematian, menunjukkan arah kepala mayat selalu ke arah timur atau barat atau kepuncak-puncak gunung dan bukit.
Praktik-praktik kepercayaan animisme terlihat dalam upacara penyelenggaraan upacara-upacara yang berhubungan dengan kematian. Penyelenggaraan upacara kematian dilandasi dengan kepercayaan bahwa suatu kematian itu pada dasarnya
tidak membawa perubahan dalam kedudukan, keadaan, dan sifat seseorang. Dengan landasan itu, penguburan mayat selalu disertai dengan bekal-bekal kubur dan wadah mayat yang disesuaikan kedudukannya, agar kedudukan si mati dalam alam arwah sama seperti ketika masih hidup.
Inti kepercayaan tersebut adalah pemujaan dan perhormatan kepada roh orang yang telah meninggal, terutama penghormatan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Di dalam gua-gua ditemukan kerangka manusia yang telah dikuburkan. Temuan semacam ini sangat penting untuk meneliti adat mengubur mayat dengan kepercayaan yang mereka anut. Para sejarawan berkesimpulan bahwa pada masa itu orang sudah mempunyai kepercayaan tertentu mengenai kematian.
Tradisi mendirikan bagunan-bangunan megalithikum selalu berhubungan dengan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dengan yang telah mati (mega berarti besar, lithos berarti batu). Terutama kepercayaan kepada adanya pengaruh yang kuat dari orang yang telah meninggal terhadap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Bangunan-bangunan batu besar yang didirikan menjadi medium penghormatan.

C. Kepercayaan pada Zaman Kuno
Pada masa bercocok tanam, kepercayaan masih animisme, dinamisme, dan totemisme. Namun, sudah lebih meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Pada masa ini dilakukan upacara-upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi meraka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat. Orang yang mati biasanya dibekali dengan bermacam-macam barang yang dipakai sehari-hari seperti periuk, perhiasan, dan sebagainya yang dikubur bersama-sama. Maksudnya adalah agar roh orang yang meninggal tidak akan tersesat dalam perjalanan menuju ke tempat arwah nenek moyang atau asal-usul mereka. Jika tempat yang dianggap sebagai tempat arwah terlalu jauh atau sukar dicapai, maka orang yang mati cukup dikuburkan di suatu tempat dengan meletakkan badannya terarah ke sebuah tempat yang dimaksud, yaitu tempat roh.
Pada masa bercocok tanam, orang yang meninggal dunia mendapat penghormatan khusus. Ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya bendabenda berupa susunan batu besar dalam berbagai bentuk dan biasanya disebut bangunan megalithikum. Bangunan megalitik tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Bentuk bangunan yang bermacam-macam itu mempunyai maksud utama yaitu pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bangunan yang paling tua mungkin berfungsi sebagai kuburan. Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat berupa: dolmen, peti batu, bilik batu, sarkofagus, kalamba atau bejana batu, waruga, batu kandang dan temu gelang. Di tempat-tempat kuburan semacam itu kadang-kadang ditemukan bangunan batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan terhadap roh nenek moyang seperti menhir, patung nenek moyang, batu saji, batu lesung atau lumpang, batu dakon, punden berundak, pelinggih batu atau jalanan batu.
Di Pasemah, Sumatera Selatan juga ditemukan menhir dan patung nenek moyang. Beberapa jenis bentuk kuburan mengalami perkembangan pada fungsinya, misalnya dolmen mengalami berbagai variasi bentuk, yaitu dibuat untuk pelinggih roh atau tempat sesaji. Dolmen yang berkembang menjadi pelinggih di antara masyarakat megalitik yang telah maju digunakan sebagai tempat duduk oleh kepala-kepala suku atau raja-raja yang masih hidup.
Semua manusia yang hidup di muka bumi ini, memiliki keinginan untuk mengetahui segala seluk belukyang ada di alam sekelilingnya, termasuk nenek moyang kita pada zaman dulu yang belum banyak di pengaruhi oleh ilmu-ilmu pengetahuan modern. Makin maju pikiaran manusia itu, semakin dalam ia menyelami rahasia alam sekitarnya dan makin luas batas pandangnya. Sebaliknya bagi manusia yang masih hidup pada alam pemikiran yang sederhana, sudah pasti batas pemandangan itu lebih sempit.[1]
Apa yang di gambarkan di atas dewa,rokh dan kesaktia, tidak semua di puja dan di hormati dengan penuh kasih saying, tetapi di antaranya ada yang di takut, sehingga mendorong manusia atau nanek moyang kita untuk memberikan

[1] Sejarah daerah sumatera selatan. Dinas pendidikan dan kebudayaan daerah sumatera selatan. 1991/1992, hlm 54.
penghormatan : misalnya memberikan sajen, jampi korban, dan lain-lain. Dengan perbuatan yang demikian, di harafkan meraka terlindungi dan tidak mendapatkan bahaya. Mungkin sekali perbuatan-perbuatan nenek moyang kita ke arah dunuia di luar pancainderanya itu, merupakan awal dari perkembangan kepercayaandi daerah ini. Rupa-rupanya konsepsi kesaktian lebih berakar lamadi kalangan masyarakat daerah ini mendapatkan kontak dan pengaruh dari luar seperti agama Budha, Islam dan kebudayaan Barat. [1]
D. Kepercayaan pada zaman baru 
Perkembangan agam di Sumatera selatan tidak lepas dari peranan jalan yang tradisional vi Selat Makalah, yang dari abad kea bad memengang peranan penting dalam proses penyebran agama, sejak nenek moyangkita mangenal kebudayaan Hindu dan Islam. Lalu lintas dunia yang melintasi tanah air kitadari segalah jurusan, merupakan kebudayaan ( cultuurroute ) dalam perkembangan kebudayaan Indonesia. Bahkan daerah-daerah yang terlatak dekat dengan urat nadi lalu lintas itu, mendapat kontak dengan kebudayaan asing,yang hampir selalu melibatkan terjadinya akulturasi di atas tubuh Indonesia asli. Peradapan tersebut hanya merupakan lapisan tipis diatas tubuh peradapan Indonesia asli dengan pola Austris dan merupakan sumber cipta dalam peranan sejarah Indonesia dari abad ke abad. Penetrasi kebudayaan asing yang telah mempengaruhi peranan Indonesia dengan mengikuti jalan niaga dunia adalah peradapan Hindu.
Melalui jalan niaga tradisional via Selat Malaka dan Selat Sunda begitu pula Islam masuk ke negeri kita via saudagar-saudagar Arab, India dan Parsi (Iran), baik secara di sengaja maupun secaratidak sengaja telah mengimpor itu ke negeri kita ini, yang kemudian ini akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dan kenegaraan bangsa Indonesia pada umumnya, dan terutama mengadakan kontak dengan daerah-daerah pesisirataunpelabuhan yang di lintasi atau rute perdangan itu.
Runtuhnya kerajaan Sriwijaya pada akhir abad XIV dan di lancarkanya ekspedisi Ming di bawah Cheng Ho pada awal abad ke-15 di perairan Asia Tenggara ke datangan bangsa Portugis yang membawa penyakit perang salib. Revolusi keratin Demak yang terjadi dalam abad ke-16, mempercepat proses Islamisasi di daerah ini. Palembang sebagai negeri asal Raden Patah pendiri kerajaan Demak, mengakui kekuasaan Demak dan berkembang menjadi pusat ekspansi baru dengan islam sebagai motor pendorong yang kuat.
Proses Islamisasi di daerah pedalaman atau uluan agak berbeda dengan di pusat kerajaan ( Palembang ), dimana peranan para mubalig, kiyai, guru-guru agam, haji-haji, sangat penting. Di samping itu peranan sungai Musi dengan anak-anaknya (Batanghari sembilan) tidak kalah pentingnya, karena sungailah alat komunikasi pada saat itu. Denagan naik perahumenghudik sungai para mubaligh pribumi menyebarkan agam dengan gigihnya sampai ke muara Beliti, Curup, Musi Rawas dan lain-lain.
Kemampuan navigasi Sriwijaya dalam berita sejarah Arab, di kisahkan, bahwa Sriwijaya juga mengadakan hubungan perdagangan melalui laut hingga pantai timur Afrika pada 1154 M. Hal ini tidaklah mengherankan, karena perdaganganmelalui jalan laut yang di tempuh Sriwijaya dari Maluku saja merupakan seperdelapan lingkaran bumi.[2] 
Perkembangan agama pada zaman ini pendidikanya menganut gama Hindi-Budha, Islam, dan Nasrani (Kristen). Bagaimana perkembangan agama-agam ini pada abad XIX, tidak dapat di ketahui dengan pasti, karena sulitnya mendapatkan sumber-sumber perhubungan agama tersebut.
Seperti kita ketahui, agama Hindu-Budha pada zaman kerajaan Sriwijaya menjadi agama Negara, sehingga sampai kini masih ada penganutnya dalam jumlah yang kecil di beberapa daerah, di antaranya di kota Palembang sendiri. Ini memperlihatkan satu tanda pada abad XIX, agama itu masih dan berkembang, hingga sampai saat ini masih

ada penganutnya. Demikian pula agama Islam ketika masuk di daerah ini dan dapat mempengaruhi alam pikiran dan kepercayaan penduduk di daerah ini, telah menyebar di daerah uluan oleh kiyai-kiyai sebelum dan sesudah zaman kesultanan Palembang. Ini pun telah memperlihatkan kepada kita bahwa pada abad XIX agama Islam sudah hidup dan berkembang, dan secara mayoritas telah di anut oleh penduduk di daerah sini.
Kemudian pada pertengahan abad XIX berkembang pula agam Kristen di daerah ini, dan telah telah mendapat tanah subur tempat berpijak yang mula-mula di Tanjung Sakti. Tanjung Sakti sekarang ini adalah daerah kecamatan yang termasuk daerah kabupaten Lahat. Penganut agama tersebut, pada umumnya di dukung oleh orang-orang pendatangdan dalam jumlah yang lebih kecil dari pada penganut islam.
Setelah di jalankan apa yang di sebut Politik Etika pada tahun 1900 maka bertambah merata pengaruh pendidikan ala barat (sekularisme) di kalangan atasan,dan demikian pula kemajuan-kemajuanyang pesat di lakukan oleh zendingdan misi dalam dunia pendidikan di daerah ini, yang secara diam-diam mendapatkan subsidi dari kolonial Belanda, merupakan tantangan hebat bagi lembaga-lembaga Islam pada umumnya. Nasionalisme, individualism dan sebagainya adalah cirri-ciri khas dari bangsa barat, yang pada saat itu mulai masukdalam cara berpikir di kalangan kaum terpelajar pribumi yang mendapat pendidikan dari Barat.
Apa yang dikatakan Drs. Amir Hamzah dalam bukunya : Pembaharuan dan pengajaran Islam yang di selenggarakan oleh Muhammadiyah, nasib lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat menyedihkan dan keadaanya maju mundur, ketinggalan zaman, fanatisme. Di samping itu faktor politik, ekonomi dan social daerah ini seabagai tanah jajahan, sangat berpengaruh untuk perkembangan agam. Begitulah  penganut Islam yang secara mayoritas di anut oleh mayoritas masyarakat Sumatera Selatan dalam akhir abad XIX dan awal abad XX.
Dalam tahun ketahun proses modernisasi di daerah ini terus meningkat meskipun kepercayaan masyarakat masih melekat (animism, dinamisme) yang berangsur menipis merukan hasil yang nyata dari mubaligh-mubaligh Islam yang terpelajar, yang berbekal pengetahuan umum dan kaya akan ilmu agama juga otaknya penuh dengan teori soal keduniawian, dan mereka juga memiliki apa yang dimiliki oleh golongan terpelajar Barat tersebut.
Ketika serikat Islam datang ke Palembang di sambut dengan baik oleh pemuda, di buktikan dengan adanya perang Kelambit di Jambi, di Musi Ilir, gerakan sarekat Abang di Air Item Ogan Ilir dan Musi Ulu.
Sejak dulu hingga sekarang rakyat Sumatera Selatan terkenal sebagai masyarakat beragama. Sebelum ada pengaruh dunia luar   masyarakat di daerah ini sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Agama yang berasal dari dunia luar dan dapat mempengaruhi pikiran dan kepercayaan masyarakat di daerah ini ialah agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen/Nasrani. Keempat agama ini hingga sekarang masih di anut oleh masyarakat Sumatera Selatan, dan agama Islam paling banyak penganutnya.
Pada masa pendudukan Jepang di sumatera Selatan kehidupan agama bebas tanpa penekanan. Setiap umat beragama di beri kebebasan melakukan ibadah menurut agamanya masing-masing. Akan tetapi mereka itu di haruskan setia pada kepada Dai Nippon dan harus melakukan “kirei” kearah Tokyo.
Selama pendudukan di Sumatera Selatan Jepang tidak berusaha membina kehidupan agama misalnya member bantuan kepada umat beragama mendirikan tempat-tempat ibadah dan kepentingan-kepentina=gan lainya. Jepang hanya menekankan agar antar umat beragama menjaga saling menghormati dan menjegah perselisihan  dan mau nerkorban membela Jepang.
Di Tanjung Raja pernah di adakan suatu koperasi/ pertemuan umat Islam se Daerah Sumatera Selatan. Dalam pertemuan ini Jepang menekankan supaya umat Islam melakukan Jihad Fisabililah untuk membela Jepang. Akan tetapi umat Islam berpendirian lain, pada prinsifnya jihat fisabililah itu sendiri itu sendiri oleh umat islam di pergunakan untuk menenteng penjajahan jepang.
E.Gerakan Perlawanan Dengan Motivasi Agama
Selain untuk menjajah Jepang juga mempermainkan kaum muslimin, kaum muslimin di perintahkan melakukan kerei, kearah Tokyo. Kaum muslim di peralatan untuk kepentingan perangnya, akhirnya timbullah perlawanan menentang kekuasan tentara Jepang. Perlawanan menentang Jepang dengan motif agama terjadi Air Itam (Sekayu), pergerakan perlawanan adalah PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) daerah meskipun pada masa pendudukan Jepang semua organisasi politik di bekukan dan di larang melakukan kegiatan.
Peristiwa di Air Hitam terjadi pada 1942 ketika rombongan pemrintahan militer Jepang mengadakan peninjauan di daerah itu dengan menggunakan perahu, tiba-tiba mendapat tembakan asal tembakan tidak di ketahui. Najamuddin yang turut dalam rombongan ikut tertembak. Setelah peristiwa itu Jepang melakukan penangkapan di lingkungan pemimpin dan anggota PSII daerah. A.S. Matcik, Hamzah Kuncit dan ratusan orang Anggota PSII di tangkap.

F. Perkembangan Agama Pada Zaman Kemerdekaan
Agama Islam yang mayoritas di Sumatera Selatan, telah mengalami perkembangan pada zaman kemerdekaan baik dalam kuantitas maupun dalam toleransi. Sarana-sarana ibadah berkembang  selaras dengan terus bertambahan jumlah pemeluknya. Demikian pula perkembangan agama-agamayang lain, perkembangan ini memang senada asas pancasila menjamin kebebasan beragama, bahkan sampai kepada kaum perantaun Cina yang hidup dengan kepercayaan mereka yang tradisional khas Tiongkok yaitu Confusianisme, berkembang tanpa gangguan.
Setelah pengakuan Kedaulatan, di bidang pendidikan keagamaan muncul sekolah yang mendidik guru-guru Agama termasuk seminar menengah di kota Palembang, yang memdidik calon-calon imam Khatolik. Tetapi bertambahnya pemeluk agama dalam jumlah yang sangat menjolok, sangat di rasakan setelah G. 30. S /PKI 1965.
Kerukunan umat beragama Islam dalam menghadapi tantangan yang datang dari luar tecermin dalam bentuk gap Gestapu untuk menghalau G. 30. S/ PKI. Badan terbentuk segera ssedah peristiwa tersebut.
Pada tahun 1966 dengan di prakarsai oleh pemeritahan Daerah Sumatera Selatan  terbentuklah KOPASS ( Komando Persatuan Agama Sumatera Selatan ). Tetapi badan ini dapat di katakana mati sebelum lahir, karena tidak endapt dukungan dari sebagian umat beragama. Mereka yang tidak setuju terhadap badan ini mengatakan bahwa agama tidak dapat di komandokan, yang munngkin sekali dapat menjurus kearah yang negative dan tidak sesui denagn azas Pancasila. Mengulas perkembangan di daerah dapat pula di kemukakan baik dari segi kuantitas, jenis Gereja, sampai kepada partai politikyang bersifat keagamaan.
Partai-patai politik itu ialah Masyumi yang kemudian menjadi Parmusi, Nahdatul Ulama, Perti, Partai Khatolik, Parkindo. Sedang jenis Gereja yang ada Ilah Katolik, Methodist, Advent, Fuk Kim Tong, HKBP, PKB, Siloam, Immanuel. Pada tahun 1964 umat Kristen Sumatera Selatan mementuk wadah persatuan berdasarkan musyawarah yaitu Oikemene, yang bertujuan untuk menghadapi komunis dalam iklim Nasakom  pada waktu itu. Kelanjutan dari wadah ini menampung semua kegiatan-keigatan yang bersifat Kritaian.
[2] Gadjahnata, Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera selatan, Jakarta: universitas Indonesia 1986, hlm 33





















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bahwa kepercayaan yang ada di Sumatera Selatan sudah ada sejak Zaman Pra Sejarah, tapi masih dalam bentuk Animisme, Dinamisme belum dalam bentuk Agama karena pola pikir yang belum berkembang. Tapi seiring dengan berkembangnya akal pikiran manusia dan berkembang Ilmu Filsafat maka berubahlah menjadi Agama yang masih dapat kita rasakan sampai saat ini. Ada beberapa agama di Sumatera Selatan yaitu ; Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Cu,  yang berkembang hinng saat ini.

B. SARAN
1. Diharapkan untuk masyarkat Sumatera Selatan khususnya dapat rukun dan saling menghormati sesama antar umat beragama, supaya tercapai keharmonisan di tempat yang kita huni secara bersama-sama.
2. Dan menjaga agar tidak terjadi perselisihan yang dapta memecah rasa Persatuan Nasionalisme bangsa Indonesia, dan di harapkan pemerintah juga dapat menghibau tentang kerukunana antar umat beragama.















DAFTAR PUSTAKA

Sarage. Meriati S dkk, Buku Panduan Musaeum Negeri Sumatera Selatan. Palembang
Sumatera Selatan. 2002
Utommo. Bambang. Budi. Cheng Ho Diplomasi Kebudayaanya Di Palembang.
Palembang 2008
Hanafiah, Djohan, Pemerintah kota Madya daerah Tingkat 11 Palembang. Palembang
Mahmud, Kiagus Imran, Sejarah Palembang.Anggrek, Palembang, April 2004
Gadjahnata, Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera selatan, Jakarta: universitas
Indonesia 1986,
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Sumatera Selatan. Sejarah Daerah Sumatera Selatan.
1991/1992.
Suan. Ahmad Bastari, dkk, Lampik Mpat Mardike Duwe, Pagaralam 2008
Novita, Aryandini, Berita Penelitian Arkeologi. Palembang 2007

0 comments:

Post a Comment