TATA CARA PEMBYARAN PAJAK


TAT CARA PEMBYARAN PAJAK

Batas Waktu Pembayaran Pajak

Setelah menghitung pajak yang harus dilunasi atau ketika tiba saat terutang angsuran pajak yang harus dibayar. Wajib Pajak (WP) haruslahberhati-hati. Jangan sampai batas waktu pembayaran pajak tersebut terlewati. Secara internal,pentingjuga bagi WP untuk mengantisipasi kebutuhan kas untuk melunasi pajak yang harus dibayar tersebut agar jangan sampai mengganggu cashflow usaha.

Pasal 10 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP) mengatur tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

Dalam Pasal 10 ayat (2) UU KUP ditetapkan tata cara pembayaran, penyetoran pajak, dan pelaporannya serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Ketentuan tersebut ditindaklanjutidengan diterbitkannya Peraturan Menteri Ke-uangan Nomor 184/ PMK.03/2007 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran Dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, Dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Berdasarkan ketentuan tersebut, antara lain diatur bahwa pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Perlu pembaca ketahui, bahwa walaupun ketentuan ini terlihat sangat sederhana, namun dalam kenyataannya, tidak sedikit anggota masyarakat yang mengira pembayaran pajak dapatdilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Baiklah, pembayaran dan penyetoran pajak tersebutdi atas harus dilakukan dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. SSP atau sarana administrasi lain tersebut berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak hanya apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi dan menjadi dianggap sah bila telah di-validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Pajak (NTPN).

Untuk menambah wawasan pembaca perlu dijelaskan bahwa NTPN adalah nomor yang tertera pada bukti pene-rimaan Negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).

Nah, MPN itu sendiri adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan , pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara di Departemen Keuangan RI. Jadi jelas, walaupun menampung setoran pajak, sistem MPN ini tidak dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Selanjulnya,dalam hal terjadi pemotongan maupun pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), pemotong atau pemungut PPh diwajibkan memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipotong atau dipungut PPh.

Dan khusus untuk penghasilan karyawan atau pegawai tetap, pemotong PPh Pasal 21, yaitu pemberi kerja wajib memberikan tanda bukti pemotongan paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.

Perlu diingat, sebagaimana di Pasal 3 Permenkeu di atas, dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Yang dimaksud sebagai hari libur nasional adalah termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Batas Waktu Pembayaran Pajak
Setelah Wajib Pajak memiliki NPWP, kewajiban yang harus dilaksanakan selanjutnya adalah membayar pajak sehubungan dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai / Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN &PPnBM). Pembayaran pajak tersebut dapat dilakukan di kantor pos atau bank persepsi. Untuk informasi detailnya Wajib Pajak dapat mengasksesnya di website Direktorat Jenderal Pajak http://www.pajak.go.id dengan mengklik Petunjuk “3M” Membayar.

Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.

Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan harus dibayar lunas paling lambat tanggal 25 bulan ke tiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum SPT disampaikan.

Batas Waktu Pembayaran Pajak :
a. PPh Pasal 25 selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya;
b. PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya;
c. PPh Pasal 22 :
- Impor harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan pembayaran Bea Masuk;
- Yang pemungutannya dilakukan oleh Bea Cukai disetor dalam jangka waktu satu hari;
- Bendaharawan disetor pada hari yang sama dengan pelaksanan pembayaran;
- Penyerahan dari Pertamina, Bulog harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum Delivery Order
ditebus;
- Penyerahan yang selain Pertamina dan Bulog harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya.

Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak
Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran.

Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan WP tidak punya hutang pajak lain.

Tata Cara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak :
- Wajib Pajak (WP) dapat mengajukan permohonan restitusi ke Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
- Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dalam hal:
• Untuk PPh, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
• Untuk PPN, jika jumlah Kredit Pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Apabila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN ,maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak Keluaran setelah dikurangi Pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut;
Untuk PPnBM, jika Pajak yang dibayar lebih besar dari jumlah pajak yang terutang, atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
- Surat ketetapan pajak diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
- Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi, Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan, dan SKPLB diterbitkan dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir.
Pengembalian Pendahuluan :
1. WP dengan kriteria tertentu dapat mengajukan restitusi dan Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan
2. kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
3. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu adalah WP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dengan syarat:
a. SPT disampaikan tepat waktu dalam 2 (dua) tahun terakhir.
b. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak kecuali telah memperoleh izin untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
c. Tidak pernah dijatuhi hukuman tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir.
d. Laporan Keuangan diaudit oleh akuntan publik atau BPKP dengan:
- pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau pendapat Wajar Dengan Pengecualian, sepanjang
pengecualian tersebut tidak mempengaruhi laba rugi fiskal;
- laporan audit disusun dalam bentuk panjang (long form report) dan menyajikan rekonsiliasi laba rugi
komersial dan fiskal.
Wajib Pajak yang laporan keuangannya tidak diaudit akuntan publik, juga dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai wajib Pajak kriteria tertentu paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku berakhir dengan syarat :
- memenuhi kriteria huruf a, b, dan c, dan syarat lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
4. Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Direktur Jenderal Pajak menetapkan Wajib Pajak yang memenuhi kiteria tertentu setiap bulan Januari.
5. Wajib Pajak yang penghitungan jumlah peredaran usahanya mudah diketahui karena berkaitan dengan pengenaan cukai sepanjang memenuhi persyaratan WP kriteria tertentu, dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
6. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak diterbitkan paling lambat 3 (tiga) bulan untuk PPh dan 1 (satu) bulan untuk PPN, sejak permohonan diterima lengkap
7. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dan menerbitkan surat ketetapan pajak berupa SKPKB atau SKPLB atau SKPN dalam jangka waktu 10 tahun, terhadap WP yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
8. SKPKB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR 22/PJ/2008
TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, dipandang perlu untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lernbaran
Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007;
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 182/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Bagi Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu yang Dapat Melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu Surat Pemberitahuan Masa;
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 184/PMK.03/200? tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 148/PJ.l2007 tentang Pelaksanaan Modul Penerimaan Negara;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA
PEMBAYARAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25.
Pasal1
(1) Pajak Penghasilan (PPh) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2000, harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhlr,
(2) PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimaria
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1"983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa, harus dibayar paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir.
(3) Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran bertepatan dengan hari Iibur termasuk hari Sabtu atau hari Iibur nasional, maka pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(4) Hari Iibur nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk hari
yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 2
Pembayaran pajak dilakukan melalui Bank Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan sistem pembayaran secara on-line.
Pasal3
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
(2) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
(3) SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
(4) Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara (MPN).
(5) Modul Penerimaan Negara (MPN) adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan penerimaan negara dan merupakan bagian dari Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara.
Pasal4
(1) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 pada tempat pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan SSP nya telah mendapat validasi dengan NTPN, maka Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP.
(2) Wajib Pajak dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau angsuran PPh Pasal 25 dalam bentuk satuan mata uang selain rupiah atau yang melakukan pembayaran tidak secara on-line dan tidak mendapat validasi dengan NTPN, tetap harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 (3) Pembayaran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) yang dilakukan :
a. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007; atau
b. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Nama : Assasiyatul Faizah (05)
Kelas : XI AK 3

0 comments:

Post a Comment